“Sebaik-baik curhat adalah curhat kepada Allah, di atas sajadah, di sepertiga malam.”
Kalimat
di atas suatu ketika pernah saya tuliskan di teamline saya.
Dengan maksud memberi tahu kepada sahabat-sahabat, supaya ketika
curhat, lebih memilih untuk curhat kepada Allah. Karena hal itu lebih
utama dan lebih membawa manfaat. Karena Allah maha segala-galanya.
Ketika seorang hamba mengadu kepada, tentu Dia pasti mendengar dan akan
memenuhi segala keperluannya.
Sebagai manusia yang diciptakan oleh
Allah memiliki perasaan. Maka sudah fitrah manusia untuk curhat. Curhat
adalah kependekan kata dari “Curahan Hati”, maksudnya meluahkan
perasaan. Setiap kita tentu punya pengalaman curhat. Karena sudah pada
umumnya begitu. Setiap mendapat, nikmat, kegembiraan, kebahagiaan, tentu
ingin sekali berbagi cerita kepada orang lain, terutama orang-orang
terdekat, untuk berbagi rasa. Dengan meluahkan rasa, nikmat yang didapat
akan terasa bertambah nikmatnya. Ini bukanlah suatu hal yang salah,
bahkan ianya sunah dan mampu meningkatkan rasa syukur. Istilahnya “tahdus binikmah”, “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka ceritakanlah. (QS. Ad Dhuha: 11). Namun ketika menyampaikan tentu ada etikanya, tidak boleh sampai menjadi takabur oleh nikmat yang telah diperoleh.
Begitu
pula ketika mendapat musibah, fitrah manusia untuk curhat, mengadu,
meluahkan rasa. Ketika jiwa murung, hati bingung, di situ ia akan
mencari tempat untuk berlindung atau orang yang bisa mendukung. Ia perlu
tempat meluahkan rasa, pada orang yang dipercaya. Dengan curhat pada
peristiwa yang menimpa, ia akan merasa beban menjadi ringan, kesedihan
menjadi berkurang, kebuntuan menjadi lapang, kepedihan menjadi terobati
dan kedukaan menjadi terhibur. Walaupun kadang yang menjadi tempat ia
curhat tidak mampu membantunya secara nyata, namun dengan menjadi
pendengar yang baik kadang sudah cukup. Dengan nasihat dan kata-kata
semangat sudah membuat jiwanya kuat. Dengan dukungan yang diberikan
sudah membuat ia tidak merasa sendirian.
Oleh karena itu, jika
kita melihat pada kondisi kehidupan masyarakat. Karena didorong fitrah
manusia untuk curhat, banyak sekali profesi yang secara tidak langsung
sebenarnya berkaitan sebagai tempat curhat. Para dokter selain mengobati
juga tempat curhat bagi para pasien. Para konsultan menjadi tempat
curhat bagi para kliennya. Ibu menjadi tempat curhat bagi anak-anaknya.
Guru menjadi tempat curhat bagi para muridnya. Pendakwah menjadi tempat
curhat bagi umat atau jamaahnya. Murabbi menjadi tempat curhat bagi
mutarabbinya. Ulama menjadi tempat curhat bagi masyarakatnya. Pemimpin
menjadi tempat curhat bagi rakyatnya. Dan masih banyak yang lainnya,
perlu tulisan yang panjang jika disebutkan semuanya.
Curhat bukan
kebiasaan manusia zaman sekarang saja. Tapi memang fitrah ini telah ada
sejak manusia pertama diciptakan. Mungkin hanya cara curhatnya saja yang
berbeda. Bukankah Nabi Adam AS ketika diciptakan oleh Allah di surga
sendirian. Lalu ia merasa kesepian, kemudian curhat kepada Allah supaya
diberikan teman, maka Allah ciptakan Hawa dari tulang rusuknya sebagai
pendamping. Bukankah Nabi Nuh AS ketika melihat keluarganya akan
tenggelam ia curhat kepada Allah supaya mereka diselamatkan, namun Allah
mengatakan bahwa sebenarnya mereka bukan termasuk keluarganya karena
tidak beriman. Bukankah Nabi Yunus AS ketika berada di dalam perut ikan
juga curhat kepada Allah, lalu Allah selamatkan. Bukankah ketika Nabi
Musa AS akan menghadapi Fir’aun juga curhat kepada Allah supaya diangkat
Harun AS saudaranya untuk menemaninya karena ia lebih fasih ucapannya.
Bukankah Nabi Yusuf AS ketika bermimpi melihat sebelas bintang, matahari
dan bulan yang bersujud kepadanya lalu ia curhat kepada ayahnya, lalu
ayahnya menyuruhnya untuk merahasiakan dari saudara-saudaranya.
Bukankah
Nabi Sulaiman AS ketika mendengar kata-kata raja semut, juga curhat
kepada Allah karena bahagia dan bersyukur.Bukankah Maryam ketika akan
melahirkan dan duduk keletihan di bawah pohon kurma kemudian curhat
kepada Allah, lalu Allah beri pertolongan dengan menggugurkan kurma.
Bukankah Rasulullah ketika mendapat wahyu pertama di gua Hira lalu
pulang ke rumah kemudian curhat kepada istrinya, lalu istrinya
menghiburnya dengan kata-kata penyemangat. Selain itu Rasulullah setiap
malamnya juga curhat kepada Allah pada shalat-shalat panjangnya,
sampai-sampai kedua kakinya bengkak. Bukankah Umar bin Khattab yang
terkenal keras itu ketika menghadap Allah begitu lembut hatinya melebihi
perasaan gadis pemalu sekalipun. Setiap tengah malam curhat kepada
Allah sampai janggutnya basah oleh air mata.
Jadi curhat itu, why not?
Boleh-boleh saja. Curhat kepada manusia? Juga tidak ada masalah.
Asalkan caranya benar, adab-adabnya terjaga. Caranya di antaranya, jika tahadus binnikmah,
jangan sampai terbersit rasa sombong, jadikan nikmat kita menjadi
penyemangat kebaikan kepada sesama. Jika nikmat itu bersifat rahasia,
cukuplah curhat kepada orang-orang yang terpercaya, supaya jangan sampai
justru menjadi sebab timbulnya fitnah. Begitu pula jika mendapat
musibah, tak perlu menghebohkan musibah kita kepada semua. Karena
dikhawatirkan bukan meringankan musibah, malah musibah bertambah dan
menunjukkan bahwa kita sebagai orang yang lemah dan suka mengeluh. Tidak
sabar menerima takdir. Cukuplah ketika mendapat musibah curhat kepada
orang-orang terdekat, yang terpercaya dan mampu membantu, secara
material maupun mental.
Begitu pula ketika mendapat kesusahan,
tidak perlu curhat kepada semua orang, karena belum tentu dengan berbuat
begitu kesusahan akan hilang. Justru hal itu bisa merendahkan harga
diri, menyebalkan orang yang mendengar, membuat risih orang sekitar,
tetapi cukuplah curhat pada orang tertentu yang mampu memberi solusi.
Atau lebih baik lagi simpan kesusahan, cukuplah dilalui dengan
kesabaran. Tidak perlu diperlihatkan. Biarlah Allah saja yang tahu,
biarlah Allah saja yang membantu, dan biarlah Allah yang memberikan
sebaik-baik pahala atas kesabaran.
Namun selain itu semua, jika
kita meminta didoakan. Tidak ada salahnya kita meminta kepada siapa
saja. Karena meminta doa orang lain adalah dianjurkan. Boleh jadi
doa-doa dari orang lain itulah yang Allah kabulkan. Bukankah ketika
meminta doa kepada seseorang tidak perlu menceritakan segalanya apa yang
ada pada diri kita.
Lalu bagaimana curhat yang paling baik? Seperti pernyataan di awal tulisan ini, bahwa sebaik-baik curhat adalah curhat kepada Allah, di atas sajadah, di sepertiga malam.
Sebagai orang beriman, hendaknya menggantungkan semua urusan kepada
Allah. Allah menjadi tempat pertama untuk meluahkan isi hati sebelum
kepada yang lainnya. Yakinlah kepada pertolongan Allah, yakin kepada
keputusan atau takdir Allah yang ditentukan adalah yang terbaik bagi
kita. Karena Allah tahu apa yang terbaik bagi hambaNya. Boleh jadi
kadang apa yang kita sangka baik belum tentu baik menurut Allah, dan
bisa jadi apa yang kita tidak sukai justru sebenarnya itu yang terbaik
untuk kita.
Jadi setiap kali mendapat nikmat atau musibah, yang
pertama dan yang utama adalah curhat kepada Allah. Sampaikan dan luahkan
apa yang ada di hati kita kepada Allah. Walau pun Allah sebenarnya maha
tahu terhadap segala isi hati, namun Dia menyukai jika hambaNya
meluahkan hati kepadaNya. Dengan luahan rasa syukur atau pun luahan rasa
mengiba, meminta pertolongan. Jika seorang hamba meluahkan rasa bahagia
dan syukur atas nikmatNya, maka Dia akan menambahkan nikmat tersebut
dan menjadikannya berkah. Jika seorang hamba mengadu dan meminta
pertolongan padaNya, maka Dia akan menghilangkan musibah dan kesusahan
atau memberi kekuatan dan kesabaran dalam menghadapinya.
Apa pun
yang diperoleh manusia di dunia ini, mulai dari rezeki berupa harta,
ilmu, keluarga, kedudukan dan yang lainnya. Semuanya adalah pemberian
Allah, bukan semata-mata atas hasil usaha manusia. Usaha manusia itu
hanya sebatas perantara. Oleh karena itu manusia tidak boleh melupakan
Dzat yang maha memberi segalanya.
Curhat kepada Allah adalah
bagian dari mengingat-Nya. Memang sebaik-baik ucapan adalah dzikir.
Namun maksud dzikir bukan hanya dengan lisan, tapi juga dengan hati yang
selalu mengingat Allah dan terikat denganNya. Ia sebagai sumber
ketenangan.
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ra’du:28)
Jadi
sebagai seorang mukmin sudah seharusnya hatinya hanya dipenuhi dengan
cinta kepada Allah. Cinta kepada Allah adalah yang utama sebelum
mencintai yang lainnya. Rasa cinta kepada yang lainnya adalah dalam
rangka mendapatkan dan menguatkan cinta kepadaNya.
Sumber
ketenangan hanya dari Allah. Tidak ada yang pantas membuat seorang
mukmin resah hanya karena hal dunia. Jadi jika kita mempunyai hajat,
cukup curhat dan sampaikan kepada Allah. Karena itulah yang utama, sabar
dan yakin sebagai syaratnya, dengan begitu Dia akan penuhi segala
keperluan kita. Mulai dari rezeki, ilmu, jodoh, keturunan,
kebahagiaan, kesehatan dan yang lainnya. Semuanya mintalah kepada Allah.
Allah pasti akan kabulkan, walaupun kita belum tahu kapan
dikabulkannya. Allah maha tahu kapan waktu yang terbaik untuk
memberikan kepada kita apa yang kita hajatkan. Janji Allah pasti
dipenuhi. Oleh karena itu, Curhatlah kepada Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar