Perputaran roda kehidupan meninggalkan pergeseran sosial budaya yang
berlaku dalam masyarakat. Kaum feminisme dan liberalisme bersatu membuat
propaganda pemikiran perempuan untuk dapat hidup bebas tanpa batas.
Indonesia dengan penduduk mayoritas muslim diiming-imingi dengan
pemikiran Barat atas nama bias gender.
Islam oleh kaum feminisme
dianggap agama yang mengekang kebebasan perempuan serta pembagian yang
tidak adil terhadap hak waris, pernikahan, perwalian, perceraian,
poligami dan hak berekspresi mengenakan pakaian. Padahal, saat ditelisik
lebih jauh justru Islam hadir untuk memuliakan kaum perempuan dengan
berbagai aturan yang ada.
Segala aturan yang ditetapkan Allah
bukan untuk memberatkan manusia, melainkan untuk mempermudah urusan.
Sebagai contoh jika harta waris sama antara laki-laki dan perempuan,
maka kaum laki-laki terzhalimi karena ia juga menanggung beban hidup
istri dan anak-anaknya. Sedangkan hak waris perempuan 100% untuk
kepentingan dirinya sendiri.
Pada sisi yang lain, model berpakaian
menjadi salah satu tameng yang digencarkan kaum feminisme dengan
kebebasan mengumbar aurat. Ibarat sebuah intan, semakin bagus kualitas
barang maka sang pemilik akan semakin hati-hati merawatnya. Tidak
mungkin intan dibuang di tong sampah, sang pemilik tentu akan merawat
dan menyimpan di tempat yang aman.
Logika berjilbab
Allah
membuat aturan untuk manusia dengan pandangan kasih sayang, sedangkan
manusia yang tidak bersyukur memandang aturan tersebut dengan pandangan
nafsu syahwat. Hanya orang- orang yang beriman yang mampu berfikir dan
menerima bahwa dengan menutup aurat kehormatan lebih terjaga.
Menutup
aurat bukan berarti menanggalkan budaya modis dalam berekspresi.
Perkembangan pemikiran para desainer jilbab menawarkan begitu banyak
pakaian modis yang bisa tampil cantik. Namun tetap ada batasan bagi
perempuan dalam berpakaian. Karena pakaian muslimah tidak hanya cukup
menutup aurat, namun ada esensi yang akan dicapai.
Kewajiban
menutup aurat berlaku bagi perempuan dan laki-laki. Hanya saja batasan
di antara keduanya berbeda. Aurat laki-laki dari pusat hingga lutut,
sedangkan perempuan seluruh anggota tubuh kecuali muka dan telapak
tangan. Pun aurat tersebut bukan tidak boleh dilihat oleh semua orang,
hanya segelintir orang saja yang tidak boleh melihat yaitu yang bukan
muhrim
Muhrim maksudnya adalah yang termaktub dalam Q.S. An Nur
ayat 31 yaitu suami, ayah, mertua laki-laki, anak laki-laki, anak
laki-laki suami jika beda istri, saudara kandung, keponakan laki-laki,
sesama muslimah, anak – anak yang belum tahu aurat perempuan dan hamba
sahaya pada zaman dulu. Jadi tidak semua laki-laki tidak boleh melihat
aurat perempuan.
Sehingga, seorang muslimah tidak harus mengenakan
jilbab di rumah selama yang ada di rumah adalah yang semuhrim. Berbeda
saat ada tamu laki-laki atau sepupu yang bertamu, seorang muslimah harus
menutup auratnya. Jika ia tidak menutup aurat, maka selama ada
laki-laki yang bukan muhrim memandang aurat perempuan, selama itu pula
dosa terus mengalir.
Menutup aurat hukumnya wajib, bukan sunat.
Sehingga jika tidak dilakukan akan mendapat dosa. Dan jika dilakukan
mendapat pahala. Anekdot yang dipahami masyarakat adalah jika mengenakan
jilbab tidak boleh meninggalkan shalat, memfitnah dan bentuk dosa lain.
Artinya, masyarakat memandang lebih bagus buka aurat asalkan perilaku
baik. Dari pada mengenakan jilbab tapi perilaku bejat.
Padahal,
dengan berjilbab justru akan memotivasi agar berperilaku baik. Sehingga
jilbab yang dikenakan muslimah merupakan pendorong dan penyebab untuk
melakukan kebaikan-kebaikan yang lain.
Kalaupun ada seorang
muslimah yang memakai jilbab namun perilakunya tidak baik, maka selama
ia menutup aurat, ia terbebas dari dosa dan mendapat pahala. Sedangkan
perilaku buruknya bernilai dosa. Kondisi ini sebagai cerminan bahwa
manusia adalah makhluk lemah yang perlu selalu minta bimbingan kepada
Allah swt.
Apabila ada seorang muslimah yang mengenakan jilbab
namun perilaku sangat jauh dari tuntunan Islam, sepengamatan penulis
orang-orang seperti ini berada di persimpangan jalan. Seiring
berjalannya waktu, jika hati muslimah tersebut condong pada kebaikan
maka perlahan perilakunya membaik. Sebaliknya jika hatinya condong
kepada keburukan maka ia akan menanggalkan jilbabnya.
Sebagaimana
minyak dan air tidak akan pernah bersatu dalam satu wadah. Begitu pula
dengan kebaikan dan keburukan. Sesungguhnya menutup aurat ringan
dilakukan bagi yang menyadari bahwa diri perempuan adalah perhiasan dan
barang mahal yang ditak bisa diobral. Sedangkan berat bagi yang
mendahulukan nafsu syahwat sebagai Tuhan.
Menutup yang Syar’i
Perintah menutup aurat terdapat dalam Q. S. An Nur ayat 31 ” Dan
katakanlah kepada para perempuan beriman, agar mereka menjaga
pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan
perhiasan (auratnya) kecuali yang bisa terlihat….”
Para
desainer pakaian tidak semua yang memperhatikan esensi dari jilbab yang
digunakan yaitu untuk melindungi dan mudah dikenal. Melainkan untuk
bisnis yang terkadang mengenyampingkan tujuan awal berjilbab, yaitu
menutup aurat.
Pakaian boleh modis asalkan memenuhi kriteria agar
tetap dianggap Allah menutup aurat, yaitu tebal agar tidak menerawang,
tidak membentuk lekuk tubuh dan menutupi seluruh aurat.
Batasan tersebut agar muslimah tidak termasuk dalam hadits berikut “Sesungguhnya
sebilangan ahli neraka ialah perempuan-perempuan yang berpakaian tapi
telanjang yang condong kepada maksiat dan menarik orang lain untuk
melakukan maksiat. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium
baunya“ (HR. Bukhari dan Muslim)
Kesalahan dalam menutup aurat
yang biasanya terjadi adalah jilbab yang digunakan berukuran kecil
sehingga tetap nampak bentuk dada perempuan, baik saat dilihat dari
depan atau dari samping. Kemudian tidak mengenakan kaus kaki dan manset
untuk melindungi pergelangan tangan.
Baju yang digunakan
muslimah hendaknya menjulur hingga di bawah pinggul atau sampai paha,
agar bentuk bokong tidak terlihat. Selain itu baju dan rok yang
digunakan harus longgar, karena jika sempit akan membentuk tubuh.
Dari
sisi kesehatan, perempuan yang menutup aurat akan terlindungi dari
terik matahari. Kulit pun menjadi putih bersih dan tidak kering. Dengan
pakaian yang longgar, sirkulasi angin dan darah akan lebih lancar
dibandingkan pakaian jean yang ketat.
Pakaian seksi hanya
akan menyiksa perempuan. Bagaimana tidak? Saat ingin duduk tangan sibuk
menutupi bokong atau paha yang terbuka, sesekali menutupi dada saat
ingin jongkok. Akhirnya, fungsi tangan tidak bebas beraktivitas. Tidak
hanya itu, perasaan lekuk tubuh yang dilihat laki-laki ganjen juga akan
merusak konsentrasi dan menurunkan produktivitas.
Sedangkan
perempuan yang berpakaian menutup aurat dengan benar, ia akan bebas
berlompat, lari, jongkok, duduk maupun berbaring. Karena pakaian yang
dikenakan longgar dan seluruh auratnya telah tertutupi, sehingga
bergerak seperti apapun tidak akan tersingkap. Untuk menjadi lebih
shalihah perempuan membutuhkan lingkungan yang kondusif, teman yang baik
dan jalan menuju surga membutuhkan proses belajar yang berkepanjangan.
Yang
paling penting bagi perempuan yang dengan benar menutup aurat adalah,
ia dipandang mulia tidak hanya di hadapan manusia, terlebih di hadapan
Allah. “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan
pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah
sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu
ingat.” (QS. Al-A’raaf: 26).
Pakaian taqwa yang dikenakan
perempuan shalihah mencerminkan dirinya sebagai simbol perhiasan dunia
akhirat. Bahkan bidadari surga cemburu padanya. Di akhirat kelak, ia
akan menjadi ratu, bidadari adalah dayang -dayang mereka.
Lalu
mengapa perempuan tidak menahan diri sejenak dan bersabar menahan nafsu?
Bukankah Allah tidak pernah ingkar janji dan negeri akhirat itu lebih
kekal? Allah menunjuki kita jalan ke surga, dan setan selalu menggiring
kita menuju neraka. Hidup adalah pilihan.
Wallahu’Alam…
Sumber : Dakwatuna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar